1. Nilai yang paling bertentangan dalam kasus saya adalah ‘kedisiplinan’.

2. Situasi tersebut melibatkan kepala sekolah, saya sebagai guru kelas, dan murid sebagai pelakunya.

3. Awalnya, ada peraturan bagi murid laki-laki yang rambutnya panjang harus dicukur, dan bagi yang melanggar, akan dipotong paksa oleh guru dengan model sekedarnya saja. Setelah diberi tenggang waktu 3 hari, ternyata masih ada seorang murid yang rambutnya belum dicukur juga, dengan alasan orang tua masih sibuk bekerja.

4. Pengujian benar atau salah:

   - Uji legal: Bukan termasuk pelanggaran hukum, melainkan dilema etika.

   - Uji regulasi: Terdapat pelanggaran peraturan yang disebabkan oleh kesibukan orang tua bekerja.

   - Uji intuisi: Dalam situasi ini, sebenarnya tidak ada yang salah karena murid tersebut sudah meminta kepada orang tuanya untuk diantar ke tukang cukur, namun orang tua belum sempat karena sibuk bekerja.

   - Uji publikasi: Saya merasa tidak nyaman jika keputusan saya dipublikasikan di media cetak/elektronik maupun viral di media sosial karena itu merupakan bagian dari privasi saya yang tidak boleh diketahui oleh semua orang. Jika mengalami hal ini, panutan/idola saya tentu akan mengambil keputusan yang sama dengan yang saya ambil karena kami sama-sama tidak tega menghukum murid tersebut.

5. Paradigma yang terjadi pada kasus yang saya alami adalah rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy).

6. Pada kasus ini, saya memakai prinsip berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking).

7. Penyelesaian kreatif yang tidak terpikir sebelumnya (investigasi opsi trilemma) untuk menyelesaikan masalah ini adalah saya akan menghubungi saudara terdekatnya untuk mengingatkan orang tua agar segera mengantar anaknya memotong rambut.

8. Saya memutuskan untuk menunda pemberian hukuman tersebut dan memberi waktu tambahan selama 2 hari untuk memotong rambutnya.

9. Setelah saya refleksikan, menurut saya keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dan bijaksana karena tidak langsung menghukum, tetapi memberi waktu tambahan agar murid tersebut memiliki kesempatan memperbaiki kesalahannya.